Dirjen Badilag : Jangan Loyo Publikasi Putusan
>> Selasa, 15 Juni 2010
Dirjen Badilag sedang memompa semangat peserta workshop.
Dirjen Badilag Wahyu Widiana menyayangkan mengendornya semangat aparat peradilan agama dalam melakukan publikasi putusan di website. Berdasarkan data mutakhir, pada tahun 2009 kemarin perbandingan antara perkara yang diputus di tingkat PTA dengan putusan yang dipublikasikan sangat jauh.
“Startnya bagus dengan melaunching publikasi putusan di situs Asianlii. Tidak tanggung-tanggung, yang melaunching adalah Ketua MA, di mana yang dipublikasi adalah putusan PTA. Namun dalam perjalanannya saya kecewa,” ujar Dirjen Badilag, ketika membuka kegiatan Anonimisasi Putusan Banding, di Bandung, Rabu (2/6/2010).
Kegiatan ini, menurut Dirjen Badilag, harus menghasilkan sesuatu yang jelas dan membekas. Dengan kata lain, harus ada dampak langsung (output) dan dampak tidak langsung (outcome). “Itu tergantung komitmen—tekad kita,” tandasnya.
Dampak langsung yang diharapkan Dirjen Badilag adalah meningkatnya jumlah putusan yang dipublikasikan di Asianlii. Sedangkan dampak tidak langsungnya adalah putusan-putusan yang terpublikasikan tersebut dapat dijadikan kajian-kajian ilmiah.
Kegiatan yang berlangsung hingga Jumat ini diselenggarakan Ditjen Badilag bekerja sama dengan IAJPT (Indonesia Australia Justice Partnership-Transition). Pesertanya adalah operator IT PTA se-Indonesia, perwakilan Tim E MA dan Kepaniteraan MA.
Dikemas dalam format workshop, para peserta bukan hanya mendengarkan ceramah instruktur, tetapi juga langsung mempraktikkan materi yang disampaikan instruktur. Mereka membawa bekal soft copy putusan untuk kemudian dilakukan anonimisasi dengan dipandu tim dari IAJPT.
Anonimisasi ini merupakan amanat SK Ketua MA No. 144/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan. Berdasarkan SK tersebut, terhadap perkara-perkara tertentu, pengadilan harus mengaburkan informasi yang memuat identitas para pihak yang berperkara, saksi dan pihak terkait dalam putusan yang akan dipublikasikan.
Di peradilan agama, yang harus dikaburkan di antaranya identitas para pihak dalam perkara perkawinan dan perkara lain yang timbul akibat sengketa perkawinan, pengangkatan anak, wasiat, dan perkara lain yang persidangannya dilakukan secara tertutup.
Setelah suatu putusan dianonimisasi, putusan tersebut dikirimkan oleh PTA ke Badilag. Tim IT Badilag kemudian mengirimkannya ke Asianlii agar dimuat di situs tersebut.
Dirjen Badilag kembali mengingatkan, dipublikasikannya putusan peradilan agama di situs Asianlii dimaksudkan agar putusan tersebut dapat diakses secara luas oleh masyarakat dunia. Ini berbeda bila hanya dipublikasikan di situs masing-masing PTA.
Meski demikian, Dirjen Badilag juga menginginkan putusan-putusan tersebut dipublikasikan pula di situs PTA. “Jadi harus ke dua-duanya: situs Asianlii dan situs PTA,” Dirjen Badilag menegaskan.
Aria Sujudi, fasilitator dari IAJPT, menyatakan bahwa sebelum melakukan anonimisasi, para peserta harus tahu alasan atau motivasi apa yang melatarbelakanginya. “Bahaya sekali kalau kita bekerja tanpa motivasi,” cetusnya.
Karena itu, peneliti PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan) menyegarkan kembali pemahaman tentang UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, SK KMA No. 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan dan SEMA No. 6 Tahun 2010 Instruksi Implementasi keterbukaan Informasi pada Kalangan pengadilan.
(hermansyah)
0 komentar:
Posting Komentar